Sejarah dan Revitalisasi Kantor Urusan Agama (KUA): Transformasi Pelayanan Keagamaan di Indonesia
Sejarah Kantor Urusan Agama (KUA) di Indonesia memiliki akar yang panjang dan mendalam, yang keberadaannya telah terbentuk bahkan sebelum kemerdekaan. Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, dalam acara Pencanangan Revitalisasi KUA di Banjarnegara pada 29 Mei 2021, menegaskan bahwa KUA adalah bagian integral dari perjalanan sejarah bangsa. Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa KUA bukan hanya produk birokrasi modern, melainkan lembaga yang memiliki kontribusi historis terhadap perkembangan kehidupan beragama masyarakat Indonesia.
Akar Historis: Lembaga Kepenghuluan Pra-Kemerdekaan
Eksistensi KUA berawal dari lembaga kepenghuluan yang berkembang pada masa kerajaan Islam di Nusantara, terutama pada era Kesultanan Mataram. Pada masa tersebut, seorang pejabat khusus diangkat untuk menjalankan tugas-tugas keagamaan, termasuk urusan pernikahan, peradilan agama, dan pembinaan masyarakat. Salah satu tokoh penting yang pernah menduduki jabatan penghulu adalah Hadratussyeikh KH. Hasyim Asy’ari, pendiri Nahdlatul Ulama. Keterlibatan tokoh besar ini membuktikan bahwa lembaga kepenghuluan memiliki posisi strategis dan dihormati dalam struktur sosial-keagamaan sebelum kemerdekaan.
Setelah Indonesia meraih kemerdekaan pada tahun 1945, fungsi-fungsi kepenghuluan secara bertahap dilembagakan dalam struktur pemerintahan modern. Negara kemudian membentuk Kantor Urusan Agama sebagai institusi resmi yang menjalankan fungsi pelayanan keagamaan di tingkat kecamatan. Peralihan ini menandai transformasi penting dari lembaga tradisional menuju institusi negara yang lebih sistematis dan terstruktur.
Peran dan Fungsi KUA dalam Pelayanan Keagamaan
Dalam perkembangannya, KUA menjadi lembaga yang memegang peran sentral dalam mengelola berbagai aspek kehidupan keagamaan masyarakat. Pada tahun 2016, KUA memiliki sembilan fungsi utama. Empat di antaranya berkaitan langsung dengan nikah dan rujuk, yaitu:
- Pelayanan pernikahan dan rujuk;
- Pengawasan pelaksanaan nikah dan rujuk;
- Pencatatan nikah dan rujuk;
- Pelaporan kegiatan nikah dan rujuk.
Adapun lima fungsi lainnya mencerminkan peran KUA sebagai institusi pembinaan keagamaan yang lebih komprehensif, meliputi:
- Layanan bimbingan keluarga sakinah;
- Bimbingan kemasjidan;
- Hisab rukyat dan pembinaan syariah;
- Bimbingan dan penerangan agama Islam;
- Bimbingan zakat dan wakaf.
Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas menegaskan bahwa keberadaan KUA memiliki kedekatan dengan kehidupan masyarakat. Menurutnya, “paling tidak satu kali dalam hidup, kita pernah berinteraksi dengan KUA.” Ungkapan ini mencerminkan betapa universalnya fungsi KUA dalam perjalanan administratif, spiritual, dan sosial masyarakat Indonesia.
Dari Pelayanan Sederhana Menuju Revitalisasi KUA
Pada masa awal pembentukannya, pelayanan KUA masih bersifat sederhana dan terbatas—baik dari segi sarana prasarana maupun sistem kerja. Namun, seiring berjalannya waktu, kebutuhan masyarakat semakin kompleks, menuntut adanya peningkatan kualitas dan profesionalitas pelayanan.
Sebagai respons terhadap dinamika tersebut, pemerintah melalui Kementerian Agama meluncurkan program Revitalisasi KUA pada tahun 2021. Revitalisasi ini bertujuan memperluas cakupan pelayanan KUA serta memodernisasi sistem dan infrastrukturnya, agar mampu menjawab kebutuhan keagamaan masyarakat secara lebih komprehensif. Dalam pidatonya di Banjarnegara, Menag menegaskan bahwa pelayanan KUA "harus meningkat" dan para petugas "tidak boleh berhenti memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat."
Upaya revitalisasi ini diarahkan untuk menjadikan KUA sebagai pusat layanan keagamaan multifungsi yang tidak hanya mengurus pernikahan, tetapi juga bimbingan keluarga, penyuluhan agama, pemberdayaan umat, hingga penguatan moderasi beragama.
KUA dalam Kehidupan Sosial dan Keagamaan Masyarakat
Kehadiran KUA dalam kehidupan masyarakat Indonesia tidak sekadar berfungsi sebagai institusi administrasi. KUA juga memiliki peran signifikan dalam pembentukan keluarga, penguatan nilai-nilai keagamaan, serta penyediaan layanan keagamaan yang menjadi bagian dari perjalanan sosial-spiritual masyarakat. Dengan adanya revitalisasi, KUA diharapkan menjadi lembaga yang lebih adaptif, relevan, dan mampu memberikan kontribusi yang lebih besar dalam kehidupan keagamaan di Indonesia.
KUA menjadi bukti nyata bagaimana sejarah, agama, dan dinamika sosial berkelindan membentuk institusi yang berperan fundamental dalam kehidupan bangsa. Ia juga menjadi pengingat bahwa nilai-nilai keagamaan harus terus dipelihara dalam setiap aspek kehidupan masyarakat.
Sumber Saduran
Artikel ini disadur dari laman resmi Kementerian Agama Republik Indonesia dengan judul artikel: Sejarah KUA, dari Lembaga Kepenghuluan Pra Kemerdekaan sampai Kantor Urusan Agama.

Posting Komentar